Dr. Zuhad Masduki, MA
26 Rajab 1442 / 10 Maret 2021
Surat Al Balad dimulai dengan sumpah yang fungsinya untuk menguatkan isi pernyataan bahwa pernyataan yang disampaikan betul-betul benar, karena mitra bicara ada kecenderungan tidak percaya dengan isi pernyataan yang disampaikan itu.
Tafsir Surat Al Balad ayat 1-2
لَاۤ اُقْسِمُ بِهٰذَا الْبَلَدِ ۙ (1) وَاَ نْتَ حِلٌّ بِۢهٰذَا الْبَلَدِ ۙ (2)
laaa uqsimu bihaazal-balad
wa angta hillum bihaazal-balad
“Aku bersumpah dengan negeri ini (Mekah), dan engkau (Muhammad), bertempat di negeri (Mekah) ini,”
(QS. Al-Balad 90: Ayat 1-2)
Obyek sumpah yang pertama adalah Kota Mekkah.
Tafsir Surat Al Balad ayat 3
وَوَا لِدٍ وَّمَا وَلَدَ ۙ
wa waalidiw wa maa walad
“dan demi (pertalian) bapak dan anaknya.” (QS. Al-Balad 90: Ayat 3)
Obyek sumpah yang kedua adalah Bapak yang melahirkan anak keturunannya. Al-waalid oleh para ulama diterjemahkan sebagai bapak kandung. Kalau bapak secara umum, kandung ataupun bukan disebut Abun.
Ibu kandung disebut Walidah , kalau ibu secara umum sebutannya Ummun.
Maka isteri Nabi juga disebut dengan Umahatun Mukminin, ibunya orang- orang Mukminin (bukan dalam pengertian ibu kandung)
Di dalam Al Qur’an perintah untuk menyusui anak menggunakan kata walidan.
Allah SWT berfirman:
وَا لْوَا لِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَا دَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَا مِلَيْنِ لِمَنْ اَرَا دَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَا عَةَ ۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِا لْمَعْرُوْفِ ۗ
“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 233)
Sumpah ini adalah bukti keMahaKuasaan Allah yang menciptakan sistem di dalam reproduksi manusia.
Disini yang disebut melahirkan itu bapak, karena logikanya yang menentukan jenis kelamin itu bapak. Yang menabur benih adalah bapak. Ibu hanya sebagai tempat pengembang -biakan janin itu
Tafsir Surat Al Balad ayat 4
لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِ نْسَا نَ فِيْ كَبَدٍ ۗ
laqod kholaqnal-ingsaana fii kabad
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.”
(QS. Al-Balad 90: Ayat 4)
Inilah jawab sumpah yang ingin ditegaskan oleh Allah. Allah menciptakan manusia dalam keadaan susah payah. Artinya manusia akan selalu menghadapi kesulitan. Sejak dalam rahim, sampai meninggal, sampai nanti mau masuk ke akhirat selalu menghadapi kesulitan.
Dalam ayat-ayat yang lain Allah juga mengatakan manusia itu diciptakan untuk diuji.
Allah SWT berfirman:
اِنَّا خَلَقْنَا الْاِ نْسَا نَ مِنْ نُّطْفَةٍ اَمْشَا جٍ ۖ نَّبْتَلِيْهِ فَجَعَلْنٰهُ سَمِيْعًۢا بَصِيْرًا
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.” (QS. Al-Insan 76: Ayat 2)
Allah SWT berfirman:
وَلَـنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَـوْفِ وَا لْجُـوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَ مْوَا لِ وَا لْاَ نْفُسِ وَا لثَّمَرٰتِ ۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ ۙ
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah- buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 155)
Karena manusia disetting Allah dalam keadaan susah payah, selalu akan menghadapi ujian, maka kita harus selalu siap dalam menghadapi kehidupan. Menghadapi ujian-ujian Allah yang diberikan kepada kita. Tetapi dalam rangka menghadapi ujian ini Allah sudah memberi potensi pada manusia. Antara lain daya akal, daya qolbu, daya hidup dan daya fisik. Kalau manusia menggunakan daya-daya ini maka ujian-ujian itu pasti akan bisa diselesaikan oleh manusia.
Ujian ini kalau kita lihat macamnya banyak sekali. Bisa kehidupan pribadi, bisa dalam kehidupan keluarga. Bisa dalam bidang ekonomi, sosial, politik, kebudayaan dan lain sebagainya.
Semua hal yang terjadi berdasarkan pada hukum sebab akibat. Apapun dampak yang terjadi pada kita adalah akibat dari sebab yang kita ambil. Sebab akan mengantar pada musabab yang relevant. Oleh karena itu marilah kita pahami ujian-ujian yang akan terjadi pada kita. Kita harus memilih sebab yang akan mengantar kepada kebaikan dalam kehidupan kita.
Orang mau ke Surga saja sulit, kita tidak akan mudah dan tidak gratisan. Kita mesti berjuang.
Rasulullah SAW bersabda,
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
“Surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci oleh jiwa dan neraka itu diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat.”(HR. Muslim)
Perintah-perintah agama itu kalau kita lihat awalnya sangat berat sekali untuk dilaksanakan. Kecuali kalau kemudian kita sudah biasa melakukan kemudian menjadi ringan.
Tafsir Surat Al Balad ayat 5-6
اَيَحْسَبُ اَنْ لَّنْ يَّقْدِرَ عَلَيْهِ اَحَدٌ ۘ (5) يَقُوْلُ اَهْلَكْتُ مَا لًا لُّبَدًا ۗ (6)
a yahsabu al lay yaqdiro ‘alaihi ahad
yaquulu ahlaktu maalal lubadaa
“Apakah dia itu mengira bahwa tidak ada sesuatu pun yang berkuasa atasnya? Dia mengatakan, Aku telah menghabiskan harta yang banyak.” (QS. Al-Balad 90: Ayat 5-6)
Ayat ini kalau kita lihat sebab nuzulnya berkaitan dengan seorang Arab yang kuat fisiknya, kuat ekonominya bernama Asyad Bin Kildah yang sangat sombong sekali. Dia mengklaim tidak ada orang yang bisa mengalahkan dirinya dalam berbagai bidang kehidupan.
Di dalam Al Qur’an dia disoal
“Apakah dia itu mengira bahwa tidak ada sesuatu pun yang berkuasa atasnya?”
Ini adalah pertanyaan dalam bentuk penyangkalan. Artinya ada dzat atau orang yang lebih berkuasa atasnya. Karena tidak ada orang yang “paling” dalam segala hal.
Kalau ada orang kaya, pasti ada yang lebih kaya. Ada orang pintar pasti ada yang lebih pintar. Yang Maha Semuanya adalah Allah SWT.
Orang ini karena sombongnya dan dia sudah mengeluarkan harta dalam jumlah banyak untuk menghalang- halangi dakwah. Dia mengatakan : “Aku telah menghabiskan harta yang banyak.”
Lubada artinya mengeluarkan harta banyak. Tetapi kalau orang mengeluarkan harta sedikit-sedikit, meskipun akumulasinya jadi banyak, namanya bukan Lubada.
Dia orang kaya yang mudah mengeluarkan harta tetapi tujuannya bukan untuk kebaikan. Tujuannya untuk mengganggu dakwah Rasulullah SAW.
Sebab nuzul ayat ini tidak hanya berlaku untuk masa itu saja, tetapi juga akan berlaku untuk masa-masa yang akan datang. Di semua zaman akan ada orang-orang yang sikapnya terhadap agama seperti Asyad Bin Kildah. Orang kaya, orang kuat status sosialnya, ekonomi dan politiknya tetapi motif-motif perbuatannya adalah selalu ingin menghancurkan agama.
Tafsir Surat Al Balad ayat 7-9
اَيَحْسَبُ اَنْ لَّمْ يَرَهٗۤ اَحَدٌ ۗ (7) اَلَمْ نَجْعَلْ لَّهٗ عَيْنَيْنِ ۙ (8) وَلِسَا نًا وَّشَفَتَيْنِ ۙ (9)
a yahsabu al lam yarohuuu ahad
a lam naj’al lahuu ‘ainaiin
wa lisaanaw wa syafataiin
“Apakah dia mengira bahwa tidak ada sesuatu pun yang melihatnya?
Bukankah Kami telah menjadikan untuknya sepasang mata, dan lidah dan sepasang bibir?” (QS. Al-Balad 90: Ayat 7-9)
Tentu ada yang melihatnya. Orang- orang sekelilingnya melihat dan Allah SWT juga melihat apa yang dia lakukan. Allah telah menjadikan untuk manusia : dua mata, lidah dan sepasang bibir sehingga bisa melihat dan bisa bercakap-cakap. Dapat menjelaskan apa yang dikandung oleh benak dan isi hatinya. Daya-daya itu seharusnya dipakai untuk tujuan-tujuan yang baik.
Dengan memiliki mata, lidah dan bibir seharusnya menyadari bahwa ada orang lain yang mengetahui dan melihat apa yang dia lakukan itu.
Allah juga mengetahui apa yang dia lakukan.
Tafsir Surat Al Balad ayat 10
وَهَدَيْنٰهُ النَّجْدَيْنِ ۚ
wa hadainaahun-najdaiin
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan).” (QS. Al-Balad 90: Ayat 10)
Dalam ayat yang lain kita sudah membaca ayat yang nadanya sama.
Allah SWT berfirman:
فَاَ لْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰٮهَا ۖ
“maka Dia mengilhamkan kepadanya jalan kejahatan dan ketakwaannya,”- (QS. Asy-Syams 91: Ayat 8)
Allah menunjuki manusia dua jalan. Jalan kebaikan dan jalan keburukan. Tetapi Allah tidak memaksa manusia untuk mengambil salah satu diantaranya. Allah memberi kebebasan kepada manusia untuk memilih sendiri. Tetapi dampak dari pemilihannya itu nanti konsekuensinya sangat mengikat kepada yang bersangkutan.
Kalau dia memilih mengembangkan kecenderungan baiknya maka akhirnya dia akan menjadi orang baik. Kalau dia memilih mengembangkan kecenderungan buruknya maka akhirnya dia akan menjadi orang jahat dan dampak selanjutnya akan tersiksa di neraka.
Tafsir Surat Al Balad ayat 11-12
فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ ۖ (11) وَمَاۤ اَدْرٰٮكَ مَا الْعَقَبَةُ ۗ (12)
fa laqtahamal-‘aqobah
wa maaa adrooka mal-‘aqobah
“Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki dan sukar. Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu?” (QS. Al-Balad 90: Ayat 11-12)
Allah mendorong, apakah tidak sebaiknya menempuh jalan yang mendaki, yang sulit, tetapi nanti akan mengantar kepada kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat.?
Allah kemudian menjelaskan apa itu jalan yang mendaki.
Tafsir Surat Al Balad ayat 13-16
Allah SWT menjelaskan jalan mendaki itu ada empat.
Yang pertama
فَكُّ رَقَبَةٍ ۙ
fakku roqobah
“Yaitu melepaskan perbudakan (hamba sahaya),” (QS. Al-Balad 90: Ayat 13)
Menurut analisis para ulama kontemporer, perbudakan sekarang sudah tidak ada secara formal seperti pada awal masa turunnya islam. Tetapi sekarang manusia-manusia yang statusnya seperti budak itu masih ada. Orang-orang yang hilang kemerdekaannya dalam bidang politik, sosial. Mungkin ini orang-orang yang perlu kita selamatkan.
Yang kedua
اَوْ اِطْعٰمٌ فِيْ يَوْمٍ ذِيْ مَسْغَبَةٍ ۙ
au ith’aamung fii yauming zii masghobah
“atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan,” (QS. Al-Balad 90: Ayat 14)
Orang kelaparan karena paceklik, gagal panen atau mungkin karena bencana alam. Atau mungkin karena wabah seperti yang sekarang sedang menimpa hampir seluruh dunia.
Termasuk Indonesia sudah setahun ini kena dampak Covid-19. Sekarang sudah banyak orang-orang yang menderita kelaparan karena kehilangan pekerjaan dan sulit untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya secara wajar seperti masa- masa sebelumnya.
Kita dituntut untuk menyadari perintah ini, mengimplementasikan perintah pemberian makanan kepada orang lapar. Ini memang sulit, karena kita sendiri butuh. Tetapi mungkin orang lain lebih butuh dibanding kita.
Dengan situasi Covid ini dimana-mana kita lihat dermawan-dermawan yang mengulurkan tangannya untuk membantu kepada sesamanya. Termasuk jum’at berkah itu dimana- mana ada. Sehabis jum’at ada makanan di masjid yang bisa dinikmati oleh para jama’ah.
Yang ketiga
يَّتِيْمًا ذَا مَقْرَبَةٍ ۙ
yatiimang zaa maqrobah
“kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat,” (QS. Al-Balad 90: Ayat 15)
Hubungan kedekatan itu bisa kedekatan dalam arti hubungan darah, bisa jenis, bisa juga dalam arti tempat yang artinya orang itu ada di sekitar kita.
Yang ke empat
اَوْ مِسْكِيْنًا ذَا مَتْرَبَةٍ ۗ
au miskiinang zaa matrobah
“atau orang miskin yang sangat fakir.”
(QS. Al-Balad 90: Ayat 16)
Digambarkan “matrobah” (berlumuran debu) karena dia tidak punya rumah, sehingga dia hidupnya di kolong jembatan dan lain sebagainya.
Tafsir Surat Al Balad ayat ke 17
ثُمَّ كَا نَ مِنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَوَا صَوْا بِا لصَّبْرِ وَتَوَا صَوْا بِا لْمَرْحَمَةِ ۗ
summa kaana minallaziina aamanuu wa tawaashou bish-shobri wa tawaashou bil-mar-hamah
“Kemudian dia termasuk orang-orang yang beriman, dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.” (QS. Al-Balad 90: Ayat 17)
Orang-orang yang segera merespond, menindak lanjuti “jalan mendaki” yang dianjurkan oleh Allah SWT, maka orang -orang ini termasuk golongan orang- orang yang beriman dengan iman yang benar. Dan termasuk orang-orang yang berwasiat tentang kesabaran dan kasih sayang.
Sabar kalau kita lihat dalam uraian para ulama dibagi menjadi dua.
Sabar jasmani dan sabar rohani.
Sabar jasmani, misalnya dalam rangka melaksanakan tuntunan agama. Orang naik haji itu harus sabar karena disana selalu berebutan dengan orang lain. Berhadapan dengan banyak orang yang memiliki kharakter yang berbeda -beda.
Sabar rohani artinya menahan kehendak nafsu supaya tidak terjerumus ke dalam keburukan atau ke dalam sesuatu yang lebih buruk.
Misalnya orang punya harta banyak kalau dia sabar rohani berarti dia harus menggunakan hartanya secara benar. Kalau dia tidak sabar rohani mungkin dia bisa gunakan untuk foya-foya, makan enak-enak tiap hari tetapi mungkin dampaknya tidak sehat bagi dirinya sendiri.
Atau orang punya duit banyak lalu timbul keinginan yang aneh-aneh. Sudah punya istri lalu dia timbul keinginan untuk poligami. Ini tidak sabar rohani yang mungkin akan menjerumuskan ke dalam suatu yang lebih buruk.
Tafsir Surat Al Balad ayat ke 18
اُولٰٓئِكَ اَصْحٰبُ الْمَيْمَنَةِ ۗ
ulaaa`ika ash-haabul-maimanah
“Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan.” (QS. Al-Balad 90: Ayat 18)
Kelompok Kanan dalam bahasa Al Qur’an dipakai untuk makna orang- orang yang beruntung yang nanti akan masuk Surga. Ini juga yang disebut dalam Surat Al Waki’ah. Di akhirat nanti ada tiga golongan : Al Muqorobun, Ashabul Yamin dan Ashabul Syimal.
Orang yang didekatkan kepada Allah, Kelompok Kanan dan Kelompok Kiri.
Tafsir Surat Al Balad ayat ke 19-20
وَا لَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِاٰ يٰتِنَا هُمْ اَصْحٰبُ الْمَشْئَـمَةِ ۗ (19)
عَلَيْهِمْ نَا رٌ مُّؤْصَدَةٌ(20)
wallaziina kafaruu bi`aayaatinaa hum ash-haabul-masy`amah
‘alaihim naarum mu`shodah
“Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat.” (QS. Al-Balad 90: Ayat 19-20)
Ini adalah orang-orang yang celaka yang nanti akan masuk Neraka
Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum
#SAK