Prof.Dr. H. Ahmad Rofiq MA

25 Jumadil Awwal 1442 / 9 Januari 2021


Muqaddimah

Anugerah yang paling besar dari Allah kepada kita yaitu nikmat iman dan nikmat islam. Tak bisa dihitung dengan apapun. Bisa dibayangkan kita ini lahir setelah 1400 tahun lebih tidak pernah ketemu langsung dengan Rasulullah Muhammad SAW, apalagi sekarang mimpi bisa dijadikan tersangka, meskipun secara hadits Nabi orang yang bermimpi bertemu dengan Rasulullah itu ketemu benar karena tidak ada yang diberi kesempatan untuk menduplikasi Nabi Muhammad SAW.

Karena itulah kewajiban dasar manusia termasuk salah satu kebutuhan dasar dari yang lima (min ahadi ad dlaruriyatu al Khams) adalah Makrifatul illah atau Makrifatullah dan bertauhid atau mengesakan Allah, Tuhan semesta Alam ini dengan sepenuh keyakinannya.

Dulu masa kecil diajari suatu syair :
“Awwalu wajibin ‘alal insani ma’rifatul ilahi bistiqani” (Kewajiban paling awal, bagi setiap manusia adalah mengenal dan mengetahui Tuhannya dengan keyakinan yang jelas tanpa keraguan)

Mengenal tentu tidak sekedar tahu, tapi betul-betul makrifat Tuhan dengan sepenuh keyakinan. Ini yang tentu bagi kita semua perlu proses secara terus menerus. Sampai-sampai kalau kita sudah beribadah melalui proses iman, kemudian islam dan puncak hasilnya adalah Ihsan.

Ihsan secara bahasa artinya berbuat kebaikan secara terus menerus tetapi didefisikan oleh Rasulullah ketika ditanya oleh Malaikat Jibril.

أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.

”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”

Tentu wujud Allah ini wujud yang ghoib secara lahiriah, kasat mata tentu tak dapat ditangkap. Tetapi keyakinan bisa merasakan karena disebutkan di dalam Al Qur’an, keberadaan Allah itu :

وَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ

wa nahnu aqrobu ilaihi min hablil-wariid (dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya).(QS. Qaf 50: Ayat 16)

Sehingga kalau kita bisa merasakan, ketika kita beribadah dan melihat Allah dan masih ada opsinya yang lain, kalau tidak bisa melihat yakinlah Allah melihatmu. Sehingga kita akan selalu ada didalam perlindungan, kasih sayang dari Allah SWT sehingga kita tidak punya kesempatan untuk berbuat yang tidak baik.

Karena itulah kesyirikan dan menyekutukan kepadaNya adalah kezaliman dan dosa besar.

اِنَّ الشِّرْكَ لَـظُلْمٌ عَظِيْمٌ

innasy-syirka lazhulmun ‘azhiim
“sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman 31: Ayat 13)


Iman Bertambah dan Berkurang

Imam Abu al Hasan al Asy’ari dan Abu Hamid al Ghozali mengatakan :

الإِيْمَانُ يَزْدَادُ وَ يَنْقُصُ

Al imanu yaziidu wa yanqushu
Iman itu bertambah dan berkurang.

Sehingga kalau ada orang yang umrah berkali-kali, haji berkali-kali, tampilannya memakai pakaian agak keAraban tetapi perangainya kasar, menghujat orang, mengkafirkan orang, kalau jadi Pejabat dia korupsi berarti iman sedang tidak berada didalam dirinya.

Ketika iman tidak didukung oleh amal sholeh maka iman itu potensinya menjadi terdegradasi menurun dan bahkan bisa sampai pada titik nadir kemudian iman itu menjadi hanya sebatas dimulut.

Karena itu definisi iman adalah
“Tashdiq bil Qalbi wa qaulun Billisan wa Amalu bil Arkan” , artinya pembenaran atau pengakuan Hati dan pengakuan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan.

Allah mengingatkan kita semua dalam Surat Al ‘Asr

وَا لْعَصْرِ ۙ (1) اِنَّ الْاِ نْسَا نَ لَفِيْ خُسْرٍ ۙ (2)
اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَا صَوْا بِا لْحَقِّ ۙ وَتَوَا صَوْا بِا لصَّبْرِ(3)

“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Asr 103: Ayat 1-3)

Ini sumpahnya Allah. Ada banyak sumpah : wal asri, wadh dhuha, wa laili, wal fajri itu semua sumpahnya Allah mengingatkan kita. Karena Allah itu arrohman arrohiem, sayang pada kita. Meskipun kita sering lupa berdo’a, Allah tetap memberi kita hidup. Kita tidak minta, dikasi rezeki bahkan dijamin oleh Allah.

وَمَا مِنْ دَاۤ بَّةٍ فِى الْاَ رْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا

“Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya.” -(QS. Hud 11: Ayat 6)

Soal rezeki besar atau kecil itu menurut keadaan masing-masing. Ada yang jadi Pejabat ada yang tidak, itu soal jatah. Tetapi makin bertambah amanat nanti juga akan bertambah hitungannya.

Auditnya akan makin lama.
Sehingga ada suatu joke, nanti di jembatan Shirathal Mustaqiem suatu saat akan ada Pejabat Rektor berbelit-belit melewati auditor, ditanya macam-macam sampai pada SPPD fiktif segala. Ternyata jauh di depannya sudah ada Security Kampus yang telah lolos. Karena dia auditnya sedikit, tak pernah buat SPPD fiktif.

Kita diingatkan dengan sumpahnya Allah dan dalam surat Al asri ada redaksional :
“innal-ingsaana lafii khusr”.
Disitu menggunakan huruf taukid, yang artinya penegasan. Dimana Allah menegaskan bahwa sesungguhnya manusia itu sungguh-sungguh berada dalam kerugian.

Lalu opsinya adalah : Dia harus beriman, terus beramal sholeh yang sifatnya ritual dan juga harus diimbangi dengan amal sholeh yang sifatnya sosial. Maka kemudian diteruskan dengan berbuat kebaikan yang didukung dengan kesabaran.

Tentu ini tidak mudah, apalagi sekarang ini ada lingkungan yang ketika kita berbuat baik malah digegerin, diledekin : “Santri baru ya?”.
Macam-macam godaan untuk berbuat baik.

Rasulullah mengingatkan :

اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara
(1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
(2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
(3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,
(4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
(5) Hidupmu sebelum datang matimu.”
(HR. Al Hakim)

Kalau kita pakai standar statistik Indonesia sekarang ini umur harapan hidup adalah 75 tahun. Sekarang banyak yang usia 80 tahun masih sehat, masih energik. Tetapi ada yang muda-muda sudah dijemput duluan oleh malaikat Izroil. Oleh karena itu kesempatan umur ini harus kita manfaatkan sebaik-baiknya.

Manfaatkan waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, mudah diomongkan namun prakteknya susah. Mau bangun shalat tahajud saja susah. Alarm HP sudah bunyi , memang bangun tapi untuk mematikan alarm dan tidur lagi. Ini kalau tidak diniatkan dengan benar akan terasa berat.
Pembawaan kita memang suka menunda-nunda. Padahal perintahnya adalah memanfaatkan waktu senyampang kita masih hidup.


Manusia Bermakna Karena Persaudaraan

Kita ini diciptakan oleh Allah punya nilai karena ada orang lain. Kalau misalnya kita hidup sendiri tidak akan punya makna apa-apa. Sama saja ketika kita sendiri di kamar mau jungkir balikpun tidak akan berpengaruh apa-apa.

Tapi ketika kita mendekatkan diri kepada Allah, memang perintahnya saat sendirian seperti shalat-shalat sunah itu anjurannya sebenarnya saat sendiri supaya kita bisa berasyik masyuk dengan Allah. Tetapi kalau shalat shalat yang maktubah kita dianjurkan berjamaah sama orang lain.

Allah SWT berfirman:

وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهٖ نَا فِلَةً لَّكَ ۖ عَسٰۤى اَنْ يَّبْعَـثَكَ رَبُّكَ مَقَا مًا مَّحْمُوْدًا

“Dan pada sebagian malam, lakukanlah sholat tahajud sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra’ 17: Ayat 79)


Betapa pentingnya keluarga

Keluarga adalah basis utama, karena itu Rasulullah SAW telah bersabda :

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang
paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku” – [HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah].

Tugas kita adalah menyiapkan keluarga yang sebaik-baiknya. Karena kelak di hari akhir harta dan keluarga sudah tak bisa memberi manfaat lagi karena semua akan sibuk dengan dirinya sendiri.

Allah SWT berfirman:

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَا لٌ وَّلَا بَنُوْنَ ۙ (88) اِلَّا مَنْ اَتَى اللّٰهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ ۗ (89)

“yaitu pada hari ketika harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,” (QS. Asy-Syu’ara’ 26: Ayat 88-89)

Jadi tugas kita adalah memperbaiki dan menyiapkan keluarga yang sebaik-baiknya.

Kita ingat bagaimana doa Nabi Ibrahim :

رَبَّنَا هَبْ لَـنَا مِنْ اَزْوَا جِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّا جْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَا مًا

“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan 25: Ayat 74)


رَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقِيْمَ الصَّلٰوةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ ۖ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَآءِ

“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan sholat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim 14: Ayat 40)

Itu do’a untuk keluarga semua karena kita berharap nanti anak-anak kita yang sholeh/ sholehah akan menjadi investasi akhirat kita karena mereka akan mengirim do’a kepada kita.
Dasarnya hadits yang kita semua hafal :

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu : sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim)

Kita membutuhkan anak yang sholeh yang mendo’akan. Karena kenyataan sekarang ini do’a anak kurang, mereka mengandalkan pertolongan tetangganya kalau ada acara besar. Mereka hanya bisa minta dido’akan.


Mendoakan orang lain itu kewajiban.

Sehabis shalat kita wajib membaca :
Astaghfirullah halazhim…Astaghfirullah halazhim… Astaghfirullah halazhim…
Li waliwalidaya wali jami’al muslimin wal muslimat , wal mukminina wal mukminat, al ahya’i minhum wal amwat.

Yang masih hidup dimohonkan ampunan, yang mati juga dimohonkan ampunan.

Bahkan khotib jum’at tidak sah khutbahnya kalau khutbah kedua tidak memohonkan ampun kepada saudaranya.

“Allahummaghfir lil muslimina wal muslimat, wal mukminina wal mukminat, al ahya’i minhum wal amwat”. (Ya Allah, ampunilah mukminin, mukminat, muslimin, muslimat, yang masih hidup, yang telah wafat).

Ini termasuk Rukun yang harus dibaca oleh Khatib pada khutbah jum’at. Jadi kalau ada khotib sampai lupa tidak membaca itu berarti khutbahnya tidak sah dan shalat jum’atnya juga tidak sah.

Manusia yang terbaik

Kita sangat familiar dengan hadits yang berbunyi
خير الناس أنفعهم للناس

(khoirunnas anfa’uhum linnas). Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.

Rasulullah SAW bersabda :

خيركم من تعلم القرآن وعلمه

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya”. (HR. Bukhori).

Kalau pagi ini kita bersama-sama melakukan tadarus (kajian) dasarnya adalah hadits ini.


Hakekat Persaudaraan.

Ada surat yang sangat detail, bahkan aturan tata cara shalat saja tidak diatur dalam Al Qur’an, tetapi urusan rumah tangga, urusan kamar diatur dalam Surat Al Hujurat.

Allah SWT berfirman:

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَ صْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَا تَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 10)

Kalau kita bisa bersaudara dengan saudara kita yang lain dengan baik maka Allah akan menyayangi kita.
Dalam bahasa lain Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ

Man laa yarham laa yurham
“Siapa yang tidak menyayangi, tidak akan disayangi.”

Dalam bahasa populer orang sering menyebut karma, intinya menanam kebaikan akan memanen kebaikan dan menanam keburukan akan memanen keburukan. Ini merupakan sunatullah.

Allah SWT berfirman:

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰۤى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّنْ نِّسَآءٍ عَسٰۤى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۚ وَلَا تَلْمِزُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَا بَزُوْا بِا لْاَ لْقَا بِ ۗ بِئْسَ الِا سْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِ يْمَا نِ ۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, boleh jadi mereka lebih baik dari mereka yang mengolok-olok , dan jangan pula perempuan-perempuan mengolok- olok perempuan lain, boleh jadi perempuan yang diolok-olok lebih baik dari perempuan yang mengolok-olok. Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan yang buruk setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 11)

Maka kalau ada laki-laki yang pakaiannya pakai Surban, jubah, gamis dan sebagainya tapi mulutnya jelek juga tidak cocok. Rasulullah SAW tidak pernah seperti itu. Dengan musuhnya saja beliau mendoakan.

Kemudian bagi ibu-ibu, ada penekanan khusus tentang mengolok-olok ini. Kalau dikaitkan dengan hadits yang lain memang nantinya banyak penghuni neraka kebanyakan adalah kaum perempuan. Maka Surat Al Hujurat ini adalah peringatan terutama kepada perempuan.

Kita juga jangan berlebih-lebihan menyalahkan diri sendiri karena akan menjadi stress kemudian depressi dan bisa bunuh diri. Sementara bunuh diri itu dilarang.

Menyapa orang lain jangan pakai ejekan : Cebong, Kampret, Kadrun itu sesungguhnya menjadi sangat jauh kalau kita dalam konteks mengedukasi pada anak-anak kita. Kalau yang tua-tua saja masih olok-olokan terus anak-anak kita akan ngomong apa?

Barang siapa tidak bertaubat maka dia orang yang zalim. Taubat adalah kalau mungkin kita pernah mengatakan seperti itu, harus kita akhiri kemudian menyesali dan tidak mengulangi lagi karena konteks taubat itu adalah taubatan nashuha.

Allah SWT berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّ ۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًا ۗ اَ يُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ ۗ وَا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّا بٌ رَّحِيْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 12)

Saat ini masa-masa banyak hoax. Bahkan ada buzzernya, ada industrinya, ada biayanya yang sampai milyaran. Ini yang kadang-kadang membikin kacau. Apalagi ini masa-masa ada vaksinasi Covid-19. Baru hari kemarin Komisi Fatwa MUI sudah mengeluarkan Fatwa berdasarkan pada Badan POM yang mengurusi Halalan Thoyiban ini kemudian kehalalannya sudah ditetapkan terhadap Vaksin Sinovac.

Karena itu kita diperintahkan untuk menjauhi buruk sangka. Karena ini akan makan hati kita sendiri. Tetapi jangan kemudian tidak waspada, karena waspada itu penting.

Hakekat forum ukhuwah adalah disini. Kalau ada saudara kita yang salah kita ingatkan. Tetapi ketika mengingatkan jangan dalam WA Grup. Dijaprilah supaya tidak mengganggu hak martabatnya. Termasuk kalau misalnya di kantor dilakukan dengan cara luring, dipanggil empat mata. Karena seburuk-buruk manusia pasti mempunyai perasaan yang harus dihargai.

Kita ingat pesan Rasulullah dalam haji wada, jangan pernah kita membedakan manusia, meskipun dia itu asisten rumah tangga, atau kita sering menyebut Pembantu atau Sopir ketika makan tidak harus dibedakan mejanya dengan kita. Karena pekerjaan kita tidak akan berjalan dengan nyaman kalau tidak ada asisten rumah tangga.

Ayat ke 13 ini muaranya yang menjadi tema kita adalah :

يٰۤاَ يُّهَا النَّا سُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَا رَفُوْا ۗ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَ تْقٰٮكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 13)

Bangsa Indonesia tentu masuk dalam salah satu bangsa disini. Karena banyak orang yang mimpinya ingin mendirikan negara khilafah. Tetapi memang kata khalifah bagi kita jelas dalam Al Qur’an. Kita itu khalifatullah fil ardhi.

Yang saya maksud Khilafah adalah yang mau menabrak, memperhadapkan dengan NKRI. Kalau di Muhammadiyah kan NKRI ini disebutkan sebagai Darul Ahdi wa Syahadah. Kita diciptakan untuk ta’aruf saling mengenal, ujung-ujungnya nanti makrifat.

Kata ta’aruf ini derivasinya banyak. Dari kata Urf yang berarti kebiasaan yang disepakati oleh suatu komunitas. Dalam Urf ada kebiasaan yang benar dan ada kebiasaan yang salah.
Kalau orang sudah saling mengenal nanti akan muncul ta’awun saling tolong menolong dan berkasih sayang.
Yang maling mulia adalah yang paling bertakwa kepada Allah.


BERSAMBUNG BAGIAN 2


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here